PendidikanJawa Timur

Polemik Jalur Domisili SPMB: Tingkat SMA/SMK Puluhan Siswa Dekat Sekolah Tak Lolos Seleksi

Bagikan :

 

TULUNGAGUNG,potretnusantara.web.id – Penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMA/SMK di Kabupaten Tulungagung tahun ajaran 2025/2026 kembali menuai sorotan tajam dari masyarakat. Polemik kali ini muncul pada jalur domisili yang dinilai membingungkan dan tidak transparan, terutama terkait penentuan kelulusan berdasarkan kedekatan lokasi tempat tinggal dengan sekolah tujuan.

Sejumlah orang tua mengeluhkan anak-anak mereka tidak lolos seleksi meski tinggal sangat dekat dengan sekolah pilihan. Salah satunya adalah Nunik, warga Desa Kedungwaru, yang menyampaikan kekecewaannya setelah sang anak gagal diterima di SMAN 1 Kedungwaru, padahal rumahnya hanya berjarak sekitar 100 meter dari sekolah tersebut.

“Anak saya sangat berharap bisa sekolah di situ karena jaraknya sangat dekat. Tapi ternyata malah tidak diterima, sementara yang rumahnya jauh malah lolos. Ini sungguh tidak masuk akal,” keluh Nunik, Kamis (3/7/2025).

Kejadian serupa ternyata juga dialami puluhan calon siswa lain yang mendaftar melalui jalur domisili di sekolah-sekolah favorit. Mereka merasa sistem yang berlaku tidak berpihak pada keadilan dan merugikan mereka yang sebenarnya berada di sekitar lingkungan sekolah.

Heri Widodo, seorang praktisi hukum dan pemerhati pendidikan di Tulungagung, mengkritisi kebijakan tersebut. Ia menjelaskan bahwa perbedaan antara jalur zonasi dan domisili harus dipahami dengan jelas oleh masyarakat dan penyelenggara pendidikan.

“Zonasi mengutamakan jarak rumah ke sekolah, sedangkan domisili berdasar wilayah administratif. Tapi dalam pelaksanaannya, sistem ini harus dijalankan secara transparan dan adil. Jika memang ada kriteria tambahan, seharusnya dijelaskan secara terbuka agar tidak memunculkan kecurigaan publik,” tegas Heri.

Ia juga menambahkan bahwa ketidakjelasan ini bisa menjadi celah bagi oknum tertentu untuk bermain-main dalam proses seleksi, yang ujung-ujungnya merugikan para siswa.

Masyarakat pun mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, khususnya Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Tulungagung, untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penerimaan jalur domisili. Mereka menginginkan adanya audit independen guna menjamin akuntabilitas dan keadilan dalam sistem SPMB.

“Jangan sampai anak-anak kehilangan haknya hanya karena sistem yang tidak berjalan semestinya. Pendidikan adalah hak setiap warga negara,” pungkas Heri Widodo.

Sejumlah solusi pun mulai diwacanakan, di antaranya pembukaan kembali pendaftaran untuk siswa yang tidak tertampung serta penambahan kuota di sekolah negeri. Masyarakat berharap suara mereka segera didengar oleh pihak berwenang agar masalah ini tidak terus berulang di tahun-tahun mendatang.

Reporter: Dw
Editor: Eva Robi Siswantoko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *